Jumat, 17 Maret 2017

Makalah Imunisasi Dasar lengkap Menurut IDAI 2008

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen.Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia,maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi.Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan.Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk.
Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat.Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja definisi dari imunisasi?
2.      Apa saja jenis imunisasi?
3.      Apa efek samping dari imunisasi?
4.      Apa penyakit-penyakit yang ditimbulkan pada anak yang tidak di imunisasi?
5.      Kapan jadwal pemberian imunisasi pada anak?


C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
3.      Untuk mengetahui efek samping dari imunisasi.
4.      Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang di timbulkan pada anak yang tidak di imunisasi
5.      Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan atau imunitas pada bayi dan anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang infeksius pada seorang individu untuk merangsang system imun dan memproduksi anti bodi yang akan mencegah infeksi (Schwartz,2004)
Imunisasi adalah proses yang menginduksi imunitas secara artifisial dengan pemberian bahan antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup yang dilemahkan atau diinaktifkan (Wahab,2000)
Imunisasi adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas seseorang sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi (Hinchliff, 1999).



Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh
Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
Imunisasi adalah tindakan pemberian kekebalan terhadap serangan penyakit tertentu dengan jalan memasukkan suatu zat antibody ke dalam tubuh

B.     Jenis-jenis Imunisasi
1.      Imunisasi BCG
Kepanjangan BCG? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin.BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya  > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
             Royan said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC sebelum diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang memuaskan.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan.Jadi tidak benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2000).
http://www.bumn.go.id/biofarma/wp-content/uploads/data/BIFR/IMGE/1203924282.jpg            https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQQO-5KpJ5bs6Z9G9fr4GYzMIRwzFg2_k8tYwoEmzpzg5leWQQ8
2.      Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan.Bila sejak lahir telah terinfeksi virud hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa.Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati.
Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil.Yang potemsial melalui jalan lahir. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antar anggota keluarga.
             Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata.Bahkan oleh dokter sekalipun.Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.Anak juga terlihat sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal.Penyakit baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan darah.
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik.Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia PemberianSekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.








Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikator Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang sakit berat

http://penyakithepatitisb.com/wp-content/uploads/2013/04/vaksin-hepatitis-B.jpg  http://obathepatitisb.com/wp-content/uploads/2013/10/Gambar-Imunisasi-Hepatitis-B-Pada-Bayi.jpg

3.      Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit aslinya, sehingga banyak digunakan.Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena daya tahan tubuhnya lemah
Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki.Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah.Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan dengan tongkat.Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.
Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki.Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan minuan yang dicemari.
Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai dengan jadwal imunisasi.
http://www.bumn.go.id/biofarma/wp-content/uploads/data/BIFR/IMGE/1203924883.jpg http://www.mikobabyshop.com/wp-content/uploads/2013/02/gambar-imunisasi-.jpg

4.      DPT
Deskripsi Vaksin Jerap DPT adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspensi.Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan.(Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul).Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.
Di negara-negara dimana pertusis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DPT. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Imunisasi DPT kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DPT. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini.Untuk individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DPT sesuai dengan standar jadual tertentu.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcToIx6qkZvF6dI1Ly9lfPbvbfhEMZqfhb1gZKnQ30NcSF2YsNlzyg  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2Y0Z2i69Aw3bvusZj-fQpR4epj4-9vOmtBecJu0bpCDuyVkhqFKjIuvlEKUJq55nb4oszhM6NqyoeJP_QIXdXraAsRfPkKi-hgI3tZLDMH40MpuEQZaYmBvlBjTYLH9P1hhyfAJESdzg/s1600/imunisasi.jpg

5.      Campak
Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini.Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi.Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare.satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.
Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini.Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.Awalnya haya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki.Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tibih saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter.Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul.Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya.Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat.Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.
Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella)

http://www.bumn.go.id/biofarma/wp-content/uploads/data/BIFR/IMGE/1203924594.jpg https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRg1-wEGFLjAyfi0LICl_gaBQ0FD0jiyexDhZeosVCyj2V9nr5I






C.    Efek Samping Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi.Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil.

Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna.Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan tubuh.Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja.Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung kematian.Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI).Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat.Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya.Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin.Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian Sri.
                Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan."Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin,"
Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi.Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:
1.      Reaksi Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.
2.      Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas.Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.




3.      Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau Fiksi?raguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan.Pada anak-anak, imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya.Jadi realitanya, tidak ada obat yang aman untuk setiap anak.Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.
Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada.Yang juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat, telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan masalah kesehatan yang menahun lainnya.
Di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah masalah medis yang terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional kedokteran, telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari imunisasi.
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat :
a)      BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

b)      DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
c)      POLIO : Jarang timbuk efek samping.
d)     CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
e)      HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.

D.    Penyakit yang di Timbulkan Pada Anak yang Tidak di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk mencegah dan menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak.Lalu mengapa kadangkala orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut?Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?
Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit – penyakit seperti :
1.         Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju
faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.




2.      Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen) dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B mutlak perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B, bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan.Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.
3.      Penyakit Polio
Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus.Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός "abu-abu" dan μυελός "bercak".Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg).Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.Polio menular melalui kontak antarmanusia.Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di Sukabumi.
Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak.Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik.Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor.
Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP).Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menye-babkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.   -Polio Bulbar Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ''perintah bernapas'' ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru.Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan) atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh tubuh.
Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut).Virus Polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.Virus Polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor.Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku dapat bertahun-tahun masa hidupnya.






4.      Penyakit Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit.Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik).Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas.Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius.3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

5.      Difteri, pertusis dan tetanus
Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini.Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan.Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf.
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan (wikipedia.org).
Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran hewan, debu, dan sebagainya.Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin (racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan. Angka kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah.Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular.
Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah.Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.

Akibat penyakit yang timbul pada anak yang tidak imunisasi
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQoJ0FyH6M7unAjiDG0XGuQTMNJzR_p7aSmDO8IvZsFYyXNTPPi5g http://i2.wp.com/www.ibudanbalita.net/wp-content/uploads/2012/11/Gejala-Penyakit-Campak-Yang-Menyerang-Anak-Anak.jpg?resize=260%2C240 http://gondongan.com/wp-content/uploads/2012/06/penderita-gondongan.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgugoqYOhptD367rxKLNdFPq6xq-OPbO6SRCllOQOlWf2HnqsRXUB-Qu6fzBdS5s-j0HdcOYnilKwk4piqX5kzWlHVh2hr_bPTMQ2a_RFNSNWBh8T9v-TqoH2dA-locb8BRRCF0hgoq14np/s400/1471819_10201119582776488_742466465_n.jpg http://herpeskulit.com/wp-content/uploads/2013/02/HERPES-300x236.jpg




E.     Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak
  1. Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.
·           Pertama : Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka vaksin harus diberikan paling lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu bukan pembawa virus, bisa diberikan pada kontrol di bulan pertama atau kedua.
·           Kedua : Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua diberikan antara bulan pertama dan kedua. Bila yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang kedua diberikan antara bulan ketiga dan keempat.
·           Ketiga : Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin pertama sebelum usia 1 bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin pertama setelah usia 1 bulan, diberikan pada usia antara 6 s/d 18 bulan.
·           Resiko yang mungkin timbul Resiko serius yang berkaitan dengan pemberian vaksin HBV sangat jarang terjadi. Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi kemerah-merahan.
·           Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila ada reaksi alergi serius terhadap suntikan vaksin.
·           Setelah pemberian  Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin naik, dan juga daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda bisa memakai obat penurun panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres dengan air hangat bagian bekas suntikan.
2.      Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.
·           Resiko yang mungkin timbul Seringkali pemberian vaksin ini menimbulkan panas badan ringan atau panas di sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis dalam vaksin.
·           Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal, komponen pertussis dari vaksin dianjurkan untuk tidak diberikan danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila setelah mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti dibawah konsultasikan dengan dokter anak sebelum mendapatkan vaksin lainnya : kejang-kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah imunisasi kejang-kejang yang makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah mengalaminya reaksi alergi kesulitan makan atau gangguan pada mulut, tenggorokan atau muka panas badan lebih dari 40 derajat Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari pertama setelah imunisasi terus menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama setelah imunisasi
·           Setelah pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan dan atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah panas badan kadangkala dokter anak memberikan resep obat sebelum imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda apabila timbul gejala-gejala seperti diatas.
3.      POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan OPV. Namun apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin semuanya secara IPV.
·           Resiko yang mungkin timbul Bagi anda yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio pada saat balita dianjurkan untuk imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan vaksin polio secara OPV. Ini untuk mencegah penularan virus polio hidup yang terkandung dalam vaksin OPV ke anda.
·           Menunda pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan tubuh, vaksin IPV lebih baik daripada OPV. Sebagai catatan, untuk anak-anak tipe ini harus dihindari kontak dengan anak lain yang baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu setelah vaksinasi. Vaksin IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki alergi serius terhadap antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu sebaiknya diberikan vaksin tipe OPV.
·           Setelah pemberian Untuk IPV, sering menimbulkan panas badan ringan dan nyeri atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi apapun.

4.      BCG Jadwal pemberian  Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.
·           Resiko yang mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan terhadap vaksin ini.
·           Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan.
·           Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak ada gejala lain yang serius.

5.  MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali     pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
·           Resiko yang mungkin timbul Jarang sekali timbul masalah serius akibat vaksin ini.
·           Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila memiliki alergi terhadap telur atau antibiotika neomycin. Bila menerima gamma globulin dalam selang waktu 3 bulan sebelum imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan tubuh akibat kanker atau sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.
·           Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila tidak ada gejala lain yang serius.


BAB III
PEMBAHASAN
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidupnya dengan kemampuan untuk mempertahankan diri dari ancaman dari luar diriny.Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang di bawa oleh berbagai macam mikroba, virus, bakteri, parasite dan jamur. Dalam hal ini dikatakan bahwa system petahanan tubuh ( system imun ) orang tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit.

Analisis SWOT
1.      Pemberian imunisasi BCG
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycrobacteria Tuberculosa dan menghambat penyebaran kumannya.
Weaknes/Kelemahan
Kekebalan yang di hasilkan dari imunisasi ini bervariasi karena tidak adanya pemeriksaan laboratorium yang bias menilai kekebalan seseorang pada penyakit Tuberculosis setelah di imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko yang mungkin di temukan jarang di temui dan jarang adanya reaksi berlebihan pada vaksin ini.

Threat/Ancaman
Jika anak tidak di immunisasi BCG maka akan rentan terhadap penyakit tuberculosis.
2.      Pemberian imunisasi Hepatitis B
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh anak terhadap kuman hepatitis B
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah serta jarak rumah yang jauh dengan tempat pelayanan kesehatan sehingga ibu malas untuk membawa anaknya untuk imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko dan kontraindikasi pada pemberian vaksin ini jarang ditemui.
Threat/Ancaman
Apabila anak tidak diimunisasi Hepatitis B anak akan rentan di serang penyakit Hepatitis B dan pada bayi akan menjadi kronik jauh lebih besar


3.      Pemberian imunisasi DPT
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit difteri, pertussis, dan tetanus
Weaknes/Kelemahan
Adanya beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan penyuntikan pertama DPT yaitu gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Kebanyakan bayi menderita panas, sakit, kemerahan, dan bengkak pada area tempat penyuntikan.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian vaksin harus di kocok dulu untuk menghomogenkan suspense, penyuntikan secara intramuskuler atau subkutan dalam yaitu pada bagian antero lateral paha sedangkan di bagian tempat pantat pada anak tidak di rekomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul.
Threat/Ancaman
Bayi atau anak yang tidak diimunisasi DPT akan rentan terhadap penyakit difteri, pertussis, dan tetanus.




4.      Pemberian imunisasi Polio
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit polio
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi dasar lengkap sehingga ibu tidak membawa anaknya ada saat jadwal pemberian imunisasi polio.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian yang mudah dan resiko yang ditemukan jarang di temui.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak diimunisasi polio maka akan menyebabkan lumpuh layu pada kedua kaki walaupun dapat sembuh tetapi penderita akan pincang seumur hidup. Virus polio ini menyerang tanpa peringatan, merusak system saraf dan dapat menimbulkan kelumpuhan permanen.
5.      Pemberian Imunisasi Campak
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit campak karena campak termasuk penyakit menular.
Weaknes/Kelemahan
Anak Mungkin Panas, kadang disertai kemerahan 4 -10 hari sesudah penyuntikan
Opportunity/Kesempatan
Penyakit campak umumnya menyerang usia balita sehingga jumlah dan usia pemberian sebanyak 2 kali, yaitu satu kali di usia 9 bulan dan satu kali di usia 6 tahun.
Threat/Ancaman
Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak.

Analisis SWOT untuk melihat sisi-sisi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman, sebagaimana tertera dibawah ini:
KEKUATAN (STRENGTHS)
  • Indonesia memiliki semangat mengimplementasikan komitmen global seperti tercantum dalam MDGs dan PRSP.
  • Imunisasi adalah bagian dari komitmen nasional dan merupakan program prioritas, telah menjadi program prioritas, telah menjadi program rutin serta merupakan bagian dari rencana strategis nasional.
  • Tersedia kebijakandan petunjuk untuk program Imunisasi ( tools EVSM, DQS, DQA, SMS,PWS dan dukungan supervisi)
  • Semua vaksin adalah produksi dalam negeri.
  • Adanya dasar dari MYP terdahulu tentang injeksi yang aman, pengurangan limbah buangan, teknologi baru:uni-ject, vaksin baru dan incinerator.
  • Pelayanan imunisasi di daerah terintegrasi dengan pelayanan KIA ( oleh bidan desa).
  • Telah memiliki standar internasiona ldalam pegelolaanrantai dingindan manajemen.
  • Telah terbentuk Komite PP KIPI ditingkat nasional dan daerah.
i.        Adanya kebijakan manajemenlogistik dalam bentuk bundling system.

KELEMAHAN (WEAKNESS)

  • Alat-alat dan instrument yang ada belum berfungsi secara optimal.
  • Banyak dan cepat terjadi mutasi/perputaran pegawai yang kurang sesuai penempatannya, beban yang berlebih (tanggung jawab beberapa program),pengetahuan dan keterampilan yang kurang pada semua tingkatan, dan tidak ada perencanaan yang sistematis.
  • Beban kerja petugasyang berlebih ditingkat kabupaten/kota (adanya perampingan struktur organisasi).
  • Dana operasional yang terbatas, sehingga pelayanan imunisasi, suplai logistic, supervise dan monitoring terganggu.
  • Kurangnya pelatihan yang sistematis.
f.       Sistem surveilance kurang terintegrasi.
  • Jumlah rantai dingin terbatasdan banyak peralatan rantai dingin yang sudah tua/tidak layak pakai.
  • Kurangnya advokasi kepada pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan tentang pentingnya imunisasi.
  • Kurangnya KIE dan kegiatan mobilisasi social/masyarakat.
  • Ketersediaan vaksin dilapangan masih mengalami hambatan baik  dalam jumlah maupun waktu yang disebabkan proses administrasi pengadaan.
  • Pembinaan dan pengawasan pelayanan imunisasi oleh institusi swasta belum optimal.
  • Tidak konsistennya penggunaan angka/nilai denominator dan data target ditingkat lokal dalam kaitannya dengan kebijakan dari tingkat pusat.
PELUANG (OPPORTUNITIES)
  • Kebijakan desentralisasi member kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah, sehingga kewenangan intervensi yang dilaksanakan lebih spesifi, mudah diterapkan dan efektif.
  • Perhatian dan komitmen internasional cukup tinggi, sehingga dukungan dari donor cukup banyak.
  • Imunisasi saat ini sudah menjadi kebutuhan khususnya pada masyarakat perkotaan, sehingga mereka banyak mendatangi unit pelayanan imunisasi statis baik pemerintah maupun swasta.
  • Banyak kegiatan berbasis masyarakat yang terkait dengan program kesehatan.
  • Banyak pilihan jenis perlengkapan rantai dingin dan jarum suntik yang telah terdaftar PIS-WHO yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.
ANCAMAN (THREATHS)

  • Komitmen dari pemerintah daerah belum sepenuhnya memprioritaskan penyelenggaraan imunisasi seperti yang diharapkan, sehingga peraturan daerah dan penganggaran kurang optimal.
  • Banyaknya kejadian seperti bencana, pilkada, pemekaran wilayah, konflik sosial, suplai listrik yang tidak stabil dan lain-lain,mempengaruhi penyelenggaraan imunisasi rutin sehingga menyebabkan penurunan cakupan.
  • Belum sepenuhnya terjamin penganggaran untuk kesinambungan pendanaan sesudah berakhirnya bantuan donor baik di tingkat pusat maupun daerah.
  • Banyaknya daerah secara geografis sulit dijangkau pelayanan imunisasi sehingga masih banyak kantong cakupan rendah.
  • Kapasitas infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan imunisasi meliputi sarana transportasi, suplai listrik, tempat penyimpanan vaksin, dan lain-lain sebagian daerah belum memenuhi standar.
  • Masih ada budaya di beberapa daerah yang menghambat penyelenggaraan imunisasi.
g.      Unit pelayanan swasta masih banyak yang belum mengikuti standar prosedur teknis yang ditetapkan dan memlaporkan secara rutin hasil cakupan imunisasi.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Supartini,2004). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Berdasarkan hasil penelitian Schwarts,dkk (2004), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali.(Schwartz dkk, 2004).Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi.Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui.Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik.Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.
B.     Saran
  1. Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  2. Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  3. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
  4. Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu akan  berpengaruh meningkatkan kelengkapanimunisasi dasar pada bayi.
  5. Tenaga Kesehatan  Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di masyarakat.
  6. Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan memberikan informasi tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
  7. Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai motivasi yang besar dalam meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya
  8. Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah jumlah responden, lebih mespesifikkan jenis imunisasi, meneliti dengan variabel bebas yang baru, dsb.
  9. Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti dengan menggunakan metode eksperimen dalam bentuk penyuluhan kesehatan.
  10. Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam pengembangan penelitian selanjutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul.2008.Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC
Schwartz, M.William. 2004. Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta : EGC
Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :EGC
Umar, 2006. Imunisasi Mengapa Perlu ?.Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara
Wahab,samik. 2000. Ilmu kesehatan anak vol. 2. Jakarta : EGC
www.blogdokter.net/2009/gejala-utama-penyakit-difteri.html(diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 )
www.unicef.org (diakses pada tanggal 9 Oktober 2012 )
www.warmasif.co.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2012 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar