BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam bidang imunologi kuman atau
racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen.Secara khusus antigen tersebut
merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk
pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia,maka sebagai reaksinya tubuh akan
membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut
antibodi.Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan.Berhasil tidaknya
tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang
dibentuk.
Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.
Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama
tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah
terlalu kuat.Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya.Tetapi pada
reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti
yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan
kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak
telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian ini, yang terpenting
ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang
ganas tanpa bantuan pengobatan.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja
definisi dari imunisasi?
2.
Apa saja
jenis imunisasi?
3.
Apa efek
samping dari imunisasi?
4.
Apa penyakit-penyakit
yang ditimbulkan pada anak yang tidak di imunisasi?
5.
Kapan jadwal
pemberian imunisasi pada anak?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2.
Untuk
mengetahui jenis-jenis imunisasi.
3.
Untuk mengetahui
efek samping dari imunisasi.
4.
Untuk
mengetahui penyakit-penyakit yang di timbulkan pada anak yang tidak di
imunisasi
5.
Untuk
mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Pengertian
Imunisasi
Imunisasi
adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah
atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).
Imunisasi
adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin
ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi
adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan atau imunitas
pada bayi dan anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi
adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang infeksius pada seorang individu
untuk merangsang system imun dan memproduksi anti bodi yang akan mencegah
infeksi (Schwartz,2004)
Imunisasi
adalah proses yang menginduksi imunitas secara artifisial dengan pemberian
bahan antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup yang dilemahkan atau
diinaktifkan (Wahab,2000)
Imunisasi
adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas seseorang sehingga memiliki
kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi (Hinchliff, 1999).
Imunisasi biasanya lebih fokus
diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum
sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit
berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus
dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak
Imunisasi
adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan
cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat
menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman
atau bibit penyakit penyerang tubuh
Suatu cara
untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
Imunisasi
adalah tindakan pemberian kekebalan terhadap serangan penyakit tertentu dengan
jalan memasukkan suatu zat antibody ke dalam tubuh
B.
Jenis-jenis Imunisasi
1. Imunisasi BCG
Kepanjangan BCG? Mungkin karena
susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal kepanjangannya. Bacillus
Calmette-Guerin.BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang bilang
flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia
(85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat
proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis
yang dapat dipercaya.
maksudnya, kekebalan yang dihasilkan
dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada pemerikasaan laboratorium yang
bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah diimunisasi. Berbeda
dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada
laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg
dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan
mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Royan
said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC sebelum
diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang memuaskan.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan
umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila usia anak lebih dari 3
bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau belum (lihat
jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari
ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya
kekebalan terhadap TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG
buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat
proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes tuberkulin
sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan.Jadi tidak
benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis
0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara
intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam
lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan ditandai kulit yang
menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena
manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan
kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak dengan pengobatan
obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2000).
2.
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi
hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara
memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.Jika menyerang anak,
penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan.Bila sejak lahir telah
terinfeksi virud hepatitis B (VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang
dibawanya terus hingga dewasa.Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan
hati.
Banyak jalan
masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil.Yang potemsial melalui jalan lahir.
Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa
juga melali alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari
penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan
yang ada di klinik gigi.Bahkan juga bisa lewat sikat gigi atau sisir rambut
yang digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas
yang tampak secara kasat mata.Bahkan oleh dokter sekalipun.Fungsi hati kadang
tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.Anak juga terlihat sehat, nafsu
makan baik, berat badan juga normal.Penyakit baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan darah.
Upaya
pencegahan adalah langkah terbaik.Jika ada salah satu anggota keluarga
dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap
anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak.Selain itu,
imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah
Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia
PemberianSekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi
stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.Dilanjutkan pada usia 1
bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain
imunisasi tsb dilakukan tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam
waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi
Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi
di paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian
luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi
efektivitas vaksin.
Tanda
Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat
dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek
kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000,
berarti daya tahanya 8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3
tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang.
Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat
Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih
dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikator Kontra: Tak dapat
diberikan pada anak yang sakit berat
3. Polio
Imunisasi
polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat
dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio
vaccine, ini yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati
rute penyakit aslinya, sehingga banyak digunakan.Kalo yang injeksi efek
proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak punya efek epidemiologis. Selain itu
saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian vaksin polio injeksi hanya
ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes karena
daya tahan tubuhnya lemah
Polio atau
lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan
dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki.Walaupun dapat sembuh, penderita akan
pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Di wikipedia
dijelaskan bahwa Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah.Lukisan dinding di
kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang
berjalan dengan tongkat.Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih
kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.
Virus polio
menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki.Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak
dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama
dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’,
karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana
para orang tua tidak membiarkan anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop
dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
Virus polio
menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan
minuan yang dicemari.
Pencegahannya
dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai dengan
jadwal imunisasi.
4. DPT
Deskripsi
Vaksin Jerap DPT adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus
yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang
teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan
sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis,
30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara
simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
Komposisi
Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus yang
dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Dosis dan
Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspensi.Vaksin
harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.Bagian
anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat
penyuntikkan.(Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak
direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul).Tidak boleh
disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis adalah
0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang
steril.
Di negara-negara
dimana pertusis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT harus dimulai
sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis
berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat
diberikan secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi
BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DPT.
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen
pertussis.Imunisasi DPT kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama DPT. Komponen pertussis harus
dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini.Untuk
individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala
maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DPT sesuai dengan standar jadual
tertentu.
5.
Campak
Imunisasi
campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang
penyakit yang disebabkan virus Morbili ini.Untungnya campak hanya diderita
sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan
terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara
atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung
atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya
sulit dideteksi.Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam),
mata kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya.
Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan
3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare.satu-dua hari kemudian timbul
demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius.
Seiring
dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit
ini.Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.Awalnya haya
muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki.Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian
tibih saja dan tidak banyak.
Jika bercak
merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah
pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada
akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya.
Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari
sisa-sisa campak.Dalam kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan
dokter.Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.Pengobatannya bersifat
simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul.Hingga saat ini,
belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak
ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya.Bisa terjadi komplikasi,
terutama pada campak yang berat.Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di
sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.Komplikasi yang
terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.Komplikasi ini yang
umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.
Usia dan
Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6
tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi
dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak
usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada
usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella)
C.
Efek Samping Imunisasi
Imunisasi
memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi.Tetapi, orangtua masa kini
seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si
Kecil.
Pertahanan
tubuh bayi dan balita belum sempurna.Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik
wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan
tubuh.Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang
membahayakan jiwanya.
Di lain
pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi
pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek
samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan
ke dalam tubuh tengah bekerja.Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap
fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung
kematian.Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI).Menurut Komite Nasional Pengkajian dan
Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
Menurut Komite KIPI, sebenarnya
tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh
karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih
dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi
cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr.
Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan antara
penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap
sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI
dapat timbul secara cepat maupun lambat.Dilihat dari gejalanya pun, dapat
dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI
terjadi, semakin cepat gejalanya.Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI
dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari
(pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang
(adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan
akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan
untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan,
distribusi serta penyimpanan vaksin.Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan," demikian Sri.
Penelitian
Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian
besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan."Kejadian yang memang akibat
imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
atau pragmatic errors)," tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto
Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang
menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak"
menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak
adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik
vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu
ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak
adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat
kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara
mereka bereaksi terhadap suatu vaksin,"
Secara garis besar, tidak semua KIPI
disebabkan oleh imunisasi.Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan
imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa
terjadi pasca-imunisasi:
1. Reaksi Suntikan
Semua gejala
klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun
tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung
misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.Sedangkan
reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai
sinkope atau pingsan.
2.
Reaksi
vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya
vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya
"ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi
dengan obat penurun panas.Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin
berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan),
yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian,
nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.
3. Penyebab tidak
diketahui
Bila kejadian atau masalah yang
dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk
sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui" sambil
menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan
dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan
atau Fiksi?raguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang
mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi
yang dilaporkan, dan puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan.Pada anak-anak,
imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi
negatif dibanding obat-obat resep lainnya.Jadi realitanya, tidak ada obat yang
aman untuk setiap anak.Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa
obat lainnya.
Keamanan imunisasi seharusnya
berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa, pendapat,
keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini banyak yang
tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada
tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada.Yang
juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi
massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun
1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat, telah
terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk
kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma
keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis,
dan masalah kesehatan yang menahun lainnya.
Di Amerika Serikat dan tempat-tempat
lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah masalah medis yang terkait
dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional kedokteran, telah
mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian yang
lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari
imunisasi.
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan
efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul
bekerja secara tepat :
a) BCG: Setelah 2
minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 2–3
minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka
dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka
parut yang kecil.
b) DPT: Kebanyakan
bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT,
tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa
nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak
berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh
sendiri.Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi
tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
c) POLIO : Jarang
timbuk efek samping.
d) CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang
disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
e) HEPATITIS : Belum
pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek samping imunisasi
jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
D.
Penyakit yang di Timbulkan Pada Anak
yang Tidak di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya menjaga agar
anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk mencegah dan menangkal timbulnya
penyakit serta kematian pada anak-anak.Lalu mengapa kadangkala orangtua kerap
mengabaikan tindakan penting tersebut?Bukankah lebih baik mencegah daripada
mengobati?
Sesuai dengan yang diprogramkan oleh
organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia
menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak. 5
Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah
untuk mencegah anak dari serangan penyakit – penyakit seperti :
1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru,
merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di
negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka
kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju
faktor resiko infeksi dan faktor
resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko
terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan
orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang
berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi
menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen) dibandingkan kemungkinan
pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B mutlak
perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B
umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti orang sehat.
Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B,
bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang
memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta
sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera
periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai
salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan virus ini 100
kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan diperkirakan
menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan
merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan.Pada
serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika
penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut,
sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.
3.
Penyakit Polio
Penyakit ini
disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.Anak
yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis
atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus.Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV),
masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki
aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan. Kata Polio sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu
πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός
"abu-abu" dan μυελός "bercak".Virus Polio termasuk genus
enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul
dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk
hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4)
dan satu protein kecil (Vpg).Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan
sebagai penyakit peradaban.Polio menular melalui kontak antarmanusia.Virus
masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau
minuman yang terkontaminasi feses.
Poliovirus
adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular.
Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan
jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada
anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga
strain yaitu strain 1 (brunhilde) strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon).
Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang paling ganas dan sering
kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering ditemukan di
Sukabumi.
Sedangkan
Strain 2 adalah yang paling jinak.Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu
Polio non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio
non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif.
Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
-Polio Paralisis Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang
belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada
batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun
strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita
dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering
ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan
diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus
menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak
fisik.Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang
tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan
menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi
ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf.
Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan
menghancurkan neuron motor.
Neuron motor
tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak
akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid
paralysis (AFP).Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menye-babkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut),
disebut quadriplegia. -Polio Bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur
pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang
mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan
dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang
mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan
kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio bulbar akan
meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya
terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim
''perintah bernapas'' ke paru-paru.
Penderita
juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi
perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke
dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah
menggunakan ''paru-paru besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang
lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau
tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar
masuk paru-paru.Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma
dan kematian.
Penyakit
Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan)
atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular
melalui oro-fecal (makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang
kemudian virus ini akan berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian
menyebar ke kelenjar getah bening, masuk ke dalam darah serta menyebar ke
seluruh tubuh.
Penularan
terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral
(dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke
mulut).Virus Polio dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,
bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularannya.
Penularan
terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita
yang telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.Virus Polio
sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan
larutan klor.Suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan
beku dapat bertahun-tahun masa hidupnya.
4.
Penyakit Campak
Penyakit
Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat
menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput
ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit.Penyakit ini disebabkan karena infeksi
virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan
infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4
hari setelah ruam kulit ada.
Penyebab
Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular
atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama
sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak).
Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan
penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum
gejala muncul.
Kekebalan
terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif
pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1
tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang
belum mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala mulai
timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan -
nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik -
nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari
kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik).Ruam
(kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya
gejala diatas.Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar)
maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di
wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping.
Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai,
sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak
penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya
mencapai 40° Celsius.3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai
merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam,
kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari
diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan
ada selama 4 hari hingga 7 hari.
5.
Difteri, pertusis dan tetanus
Difteri disebabkan bakteri yang
menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Difteri merupakan penyakit menular
yang sangat berbahaya pada anak anak.Penyakit ini mudah menular dan menyerang
terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi
melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat.
Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk
polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Gejala utama dari penyakit
difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari
kuman ini.Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu
abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai
tenggorokan.Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan
sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot
jantung, ginjal dan jaringan syaraf.
Difteri dapat menyerang seluruh
lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi.
Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang
diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari bahasa
Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang.Penyakit ini adalah penyakit
infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus
(lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme
glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan (wikipedia.org).
Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri
Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran hewan, debu, dan
sebagainya.Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang tercemar
kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin
(racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations Children’s
Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat
berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di
rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat
yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan
tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan. Angka
kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.
Pertusis atau batuk rejan adalah
penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang melibatkan
pita suara (larinks), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan iritasi pada
saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah.Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran
pernapasan dan sangat mudah tertular.
Pertusis dapat menyerang segala
umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini
akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya
pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah.Pada tahun 2000
diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang
diakibatkan oleh pertusis.
Akibat penyakit yang timbul pada
anak yang tidak imunisasi
E.
Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak
- Jadwal pemberian Vaksin
Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.
·
Pertama :
Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka vaksin harus diberikan
paling lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu bukan pembawa virus, bisa
diberikan pada kontrol di bulan pertama atau kedua.
·
Kedua :
Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua diberikan antara
bulan pertama dan kedua. Bila yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang
kedua diberikan antara bulan ketiga dan keempat.
·
Ketiga :
Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin pertama sebelum usia
1 bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin pertama setelah usia 1 bulan, diberikan
pada usia antara 6 s/d 18 bulan.
·
Resiko yang
mungkin timbul Resiko serius yang berkaitan dengan pemberian vaksin HBV sangat
jarang terjadi. Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi
kemerah-merahan.
·
Menunda
pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila ada
reaksi alergi serius terhadap suntikan vaksin.
·
Setelah
pemberian Setelah vaksinasi panas badan
anak mungkin naik, dan juga daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk
itu anda bisa memakai obat penurun panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres
dengan air hangat bagian bekas suntikan.
2. Jadwal pemberian
Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada
usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk
sekolah (4 s/d 6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat
terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5
tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu direkomendasikan untuk
mendapatkan Td setiap 10 tahun.
·
Resiko yang
mungkin timbul Seringkali pemberian vaksin ini menimbulkan panas badan ringan
atau panas di sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis
dalam vaksin.
·
Menunda
pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila anak
memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal, komponen
pertussis dari vaksin dianjurkan untuk tidak diberikan danhanya DT (difteri
& tetanus) saja. Bila setelah mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala
seperti dibawah konsultasikan dengan dokter anak sebelum mendapatkan vaksin
lainnya : kejang-kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah imunisasi kejang-kejang yang
makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah mengalaminya reaksi alergi
kesulitan makan atau gangguan pada mulut, tenggorokan atau muka panas badan
lebih dari 40 derajat Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari
pertama setelah imunisasi terus menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama
setelah imunisasi
·
Setelah
pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan dan atau kemerah-merahan
di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah panas badan kadangkala dokter anak
memberikan resep obat sebelum imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda
apabila timbul gejala-gejala seperti diatas.
3.
POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12
s/d 18 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi
pertama dan kedua adalah IPV sedang dua terakhir dengan OPV. Namun apabila
tidak ada gangguan dianjurkan untuk mendapatkan vaksin semuanya secara IPV.
·
Resiko yang
mungkin timbul Bagi anda yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio pada
saat balita dianjurkan untuk imunisasi dengan IPV sebelum anak anda mendapatkan
vaksin polio secara OPV. Ini untuk mencegah penularan virus polio hidup yang
terkandung dalam vaksin OPV ke anda.
·
Menunda
pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan tubuh, vaksin IPV lebih baik
daripada OPV. Sebagai catatan, untuk anak-anak tipe ini harus dihindari kontak
dengan anak lain yang baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu
setelah vaksinasi. Vaksin IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki
alergi serius terhadap antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu
sebaiknya diberikan vaksin tipe OPV.
·
Setelah
pemberian Untuk IPV, sering menimbulkan panas badan ringan dan nyeri atau
kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca
imunisasi apapun.
4. BCG Jadwal
pemberian Diberikan satu kali pada usia
2 bulan.
·
Resiko yang
mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan terhadap vaksin ini.
·
Menunda
pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan.
·
Setelah
pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila
tidak ada gejala lain yang serius.
5. MMR / CAMPAK Jadwal pemberian
Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan
saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun) atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
·
Resiko yang
mungkin timbul Jarang sekali timbul masalah serius akibat vaksin ini.
·
Menunda
pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila memiliki
alergi terhadap telur atau antibiotika neomycin. Bila menerima gamma globulin
dalam selang waktu 3 bulan sebelum imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan
tubuh akibat kanker atau sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.
· Setelah
pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila
tidak ada gejala lain yang serius.
BAB III
PEMBAHASAN
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidupnya dengan
kemampuan untuk mempertahankan diri dari ancaman dari luar diriny.Salah satu
ancaman terhadap manusia adalah penyakit, terutama penyakit infeksi yang di
bawa oleh berbagai macam mikroba, virus, bakteri, parasite dan jamur. Dalam hal
ini dikatakan bahwa system petahanan tubuh ( system imun ) orang tersebut cukup
baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit.
Analisis SWOT
1.
Pemberian imunisasi BCG
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycrobacteria
Tuberculosa dan menghambat penyebaran kumannya.
Weaknes/Kelemahan
Kekebalan yang di hasilkan dari imunisasi ini
bervariasi karena tidak adanya pemeriksaan laboratorium yang bias menilai
kekebalan seseorang pada penyakit Tuberculosis setelah di imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko yang mungkin di temukan jarang di temui dan
jarang adanya reaksi berlebihan pada vaksin ini.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak di immunisasi BCG maka akan rentan
terhadap penyakit tuberculosis.
2. Pemberian imunisasi
Hepatitis B
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh anak terhadap kuman hepatitis
B
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah serta jarak rumah
yang jauh dengan tempat pelayanan kesehatan sehingga ibu malas untuk membawa
anaknya untuk imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko dan kontraindikasi pada pemberian vaksin ini
jarang ditemui.
Threat/Ancaman
Apabila anak tidak diimunisasi Hepatitis B anak akan
rentan di serang penyakit Hepatitis B dan pada bayi akan menjadi kronik jauh
lebih besar
3.
Pemberian imunisasi DPT
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit difteri,
pertussis, dan tetanus
Weaknes/Kelemahan
Adanya beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan
penyuntikan pertama DPT yaitu gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi
baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi
dari komponen pertussis.Kebanyakan bayi menderita panas, sakit, kemerahan, dan
bengkak pada area tempat penyuntikan.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian vaksin harus di kocok dulu untuk menghomogenkan
suspense, penyuntikan secara intramuskuler atau subkutan dalam yaitu pada
bagian antero lateral paha sedangkan di bagian tempat pantat pada anak tidak di
rekomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul.
Threat/Ancaman
Bayi atau anak yang tidak diimunisasi DPT akan rentan
terhadap penyakit difteri, pertussis, dan tetanus.
4.
Pemberian imunisasi Polio
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit polio
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi
dasar lengkap sehingga ibu tidak membawa anaknya ada saat jadwal pemberian
imunisasi polio.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian yang mudah dan resiko yang ditemukan jarang
di temui.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak diimunisasi polio maka akan menyebabkan
lumpuh layu pada kedua kaki walaupun dapat sembuh tetapi penderita akan pincang
seumur hidup. Virus polio ini menyerang tanpa peringatan, merusak system saraf
dan dapat menimbulkan kelumpuhan permanen.
5. Pemberian Imunisasi Campak
Strength/Kekuatan
Memberikan
kekebalan pada anak terhadap penyakit campak karena campak termasuk penyakit
menular.
Weaknes/Kelemahan
Anak Mungkin
Panas, kadang disertai kemerahan 4 -10 hari sesudah penyuntikan
Opportunity/Kesempatan
Penyakit
campak umumnya menyerang usia balita sehingga jumlah dan usia pemberian
sebanyak 2 kali, yaitu satu kali di usia 9 bulan dan satu kali di usia 6 tahun.
Threat/Ancaman
Angka
kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian anak.
Analisis
SWOT untuk melihat sisi-sisi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman,
sebagaimana tertera dibawah ini:
KEKUATAN (STRENGTHS)
- Indonesia memiliki semangat
mengimplementasikan komitmen global seperti tercantum dalam MDGs dan PRSP.
- Imunisasi adalah bagian dari
komitmen nasional dan merupakan program prioritas, telah menjadi program
prioritas, telah menjadi program rutin serta merupakan bagian dari rencana
strategis nasional.
- Tersedia kebijakandan petunjuk
untuk program Imunisasi ( tools EVSM, DQS, DQA, SMS,PWS dan dukungan
supervisi)
- Semua vaksin adalah produksi
dalam negeri.
- Adanya dasar dari MYP terdahulu
tentang injeksi yang aman, pengurangan limbah buangan, teknologi
baru:uni-ject, vaksin baru dan incinerator.
- Pelayanan imunisasi di daerah
terintegrasi dengan pelayanan KIA ( oleh bidan desa).
- Telah memiliki standar
internasiona ldalam pegelolaanrantai dingindan manajemen.
- Telah terbentuk Komite PP KIPI
ditingkat nasional dan daerah.
i. Adanya kebijakan manajemenlogistik dalam bentuk
bundling system.
KELEMAHAN (WEAKNESS)
- Alat-alat dan instrument yang
ada belum berfungsi secara optimal.
- Banyak dan cepat terjadi
mutasi/perputaran pegawai yang kurang sesuai penempatannya, beban yang
berlebih (tanggung jawab beberapa program),pengetahuan dan keterampilan yang
kurang pada semua tingkatan, dan tidak ada perencanaan yang sistematis.
- Beban kerja petugasyang
berlebih ditingkat kabupaten/kota (adanya perampingan struktur
organisasi).
- Dana operasional yang terbatas,
sehingga pelayanan imunisasi, suplai logistic, supervise dan monitoring
terganggu.
- Kurangnya pelatihan yang
sistematis.
f. Sistem surveilance kurang
terintegrasi.
- Jumlah rantai dingin
terbatasdan banyak peralatan rantai dingin yang sudah tua/tidak layak
pakai.
- Kurangnya advokasi kepada
pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan tentang pentingnya imunisasi.
- Kurangnya KIE dan kegiatan
mobilisasi social/masyarakat.
- Ketersediaan vaksin dilapangan
masih mengalami hambatan baik dalam
jumlah maupun waktu yang disebabkan proses administrasi pengadaan.
- Pembinaan dan pengawasan
pelayanan imunisasi oleh institusi swasta belum optimal.
- Tidak konsistennya penggunaan
angka/nilai denominator dan data target ditingkat lokal dalam kaitannya
dengan kebijakan dari tingkat pusat.
PELUANG
(OPPORTUNITIES)
- Kebijakan desentralisasi member
kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah, sehingga kewenangan
intervensi yang dilaksanakan lebih spesifi, mudah diterapkan dan efektif.
- Perhatian dan komitmen
internasional cukup tinggi, sehingga dukungan dari donor cukup banyak.
- Imunisasi saat ini sudah
menjadi kebutuhan khususnya pada masyarakat perkotaan, sehingga mereka
banyak mendatangi unit pelayanan imunisasi statis baik pemerintah maupun
swasta.
- Banyak kegiatan berbasis
masyarakat yang terkait dengan program kesehatan.
- Banyak pilihan jenis
perlengkapan rantai dingin dan jarum suntik yang telah terdaftar PIS-WHO
yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.
ANCAMAN (THREATHS)
- Komitmen dari pemerintah daerah
belum sepenuhnya memprioritaskan penyelenggaraan imunisasi seperti yang
diharapkan, sehingga peraturan daerah dan penganggaran kurang optimal.
- Banyaknya kejadian seperti
bencana, pilkada, pemekaran wilayah, konflik sosial, suplai listrik yang
tidak stabil dan lain-lain,mempengaruhi penyelenggaraan imunisasi rutin
sehingga menyebabkan penurunan cakupan.
- Belum sepenuhnya terjamin
penganggaran untuk kesinambungan pendanaan sesudah berakhirnya bantuan
donor baik di tingkat pusat maupun daerah.
- Banyaknya daerah secara
geografis sulit dijangkau pelayanan imunisasi sehingga masih banyak
kantong cakupan rendah.
- Kapasitas infrastruktur
meliputi sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan imunisasi
meliputi sarana transportasi, suplai listrik, tempat penyimpanan vaksin,
dan lain-lain sebagian daerah belum memenuhi standar.
- Masih ada budaya di beberapa
daerah yang menghambat penyelenggaraan imunisasi.
g. Unit pelayanan swasta masih banyak yang belum
mengikuti standar prosedur teknis yang ditetapkan dan memlaporkan secara rutin
hasil cakupan imunisasi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunisasi
bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit.
(Supartini,2004). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi
sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan
terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Berdasarkan
hasil penelitian Schwarts,dkk (2004), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar
dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka
kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini
adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan
yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis
imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada
waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap,
maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama
sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi.
Pemberian
tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum
pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali
pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis
dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan
memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi
campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi
poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah
diberikan 4 kali.(Schwartz dkk, 2004).Vaksin sebagai suatu produk biologis
dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak
selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek
samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit
yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan
imunisasi.Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam,
yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor
kebetulan dan penyebab tidak diketahui.Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi
dua yaitu gejala lokal dan sistemik.Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan,
nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara
lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang
berkepanjangan.
B.
Saran
- Tingkat pendidikan ibu tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
- Jarak rumah ke Puskesamas tidak mempunyai
pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
- Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh positip
terhadap kelengkapan imunisasi dasar, yang berarti bahwa semakin baik
pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi akan berpengaruh meningkatkan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
- Motivasi ibu mempunyai pengaruh positip terhadap
kelengkapan imunisasi dasar. Yang berarti bahwa semakin baik motivasi ibu
akan berpengaruh meningkatkan
kelengkapanimunisasi dasar pada bayi.
- Tenaga Kesehatan
Berupaya untuk meningkatan pengetahuan ibu tentang manfaat
imunisasi dasar bagi bayi sehingga ibu yang mempunyai bayi berusaha
meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi melalui penyuluhanpenyuluhan di
masyarakat.
- Berupaya untuk meningkatan motivasi ibu dengan
memberikan informasi tentang imunisasi dengan tujuan untuk meningkatkan
kesehatan bayi dan meningkatkan kelengkapan imunisasi bayi.
- Ibu yang mempunyai bayi Agar lebih meningkatkan
pengetahuan tentang manfaat imunisasi bagi anaknya. Agar mempunyai
motivasi yang besar dalam meningkatkan kesehatan bayi dan keluarganya
- Peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menambah
jumlah responden, lebih mespesifikkan jenis imunisasi, meneliti dengan
variabel bebas yang baru, dsb.
- Diharapkan peneliti selanjutnya agar meneliti
dengan menggunakan metode eksperimen dalam bentuk penyuluhan kesehatan.
- Dapat menjadi informasi dan data sekunder dalam
pengembangan penelitian selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat,
A.Aziz Alimul.2008.Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta
: Salemba Medika
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC
http://harry-arudam.blogspot.com/2012/03/pengertian-imunisasi.html (diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 )
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2021254-pengertian-imunisasi/(diakses
pada tanggal 8 Oktober 2012
http://pkmdanaurawah.blogspot.com/2011/10/pengertian-imunisasi-dan-cara-pemberian.html). (diakses
pada tanggal 8 Oktober 2012 )
Schwartz, M.William. 2004. Clinical
Handbook of Pediatrics. Jakarta : EGC
Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar
konsep dasar keperawatan anak. Jakarta :EGC
Umar, 2006. Imunisasi Mengapa Perlu ?.Jakarta
: PT. Kompas Media Nusantara
Wahab,samik. 2000. Ilmu kesehatan anak vol.
2. Jakarta : EGC
www.blogdokter.net/2009/gejala-utama-penyakit-difteri.html(diakses
pada tanggal 8 Oktober 2012 )
www.litbang.depkes.go.id/~djunaedi/documentation/vol.32_No.2/imunisasi.pdf(diakses
pada tanggal 8 Oktober 2012 )
www.organisasi.org/arti-definisi-pengertian-imunisasi-tujuan-manfaat-cara-dan-jenis-imunisasi-pada-manusia(diakses
pada tanggal 8 Oktober 2012 )
www.unicef.org (diakses
pada tanggal 9 Oktober 2012 )
www.warmasif.co.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2012 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar