Jumat, 17 Maret 2017

MAKALAH HIPOSPADIA

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting, karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan konginetal terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia dan epispadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch,1992).
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruh terhadap psikologis dan sosial anak. Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain disebabkan oleh gangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika , dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkungan adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karenaIndonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapaangka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yangmenderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia.
Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur  pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia dan epispadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di bilang anak itu perempuan. Oleh karena itu kita sebagai seorang tenanga medis harus menberikan informasi yang adekuat kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua hendaknya menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.                  Apa definisi Hipospadia ?
2.                  Apa etiologi dari Hipospadia ?
3.                  Apa klasifikasi Hipospadia ?
4.                  Bagaimana manifestasi klinis Hipospadia ?
5.                  Bagaimana patofisiologi dari Hipospadia ?
6.                  Apa Komplikasi Hipospadia ?
7.                  Bagaimana pemeriksaan penunjang  Hipospadia ?
8.                  Bagaimana penatalaksanaan Hipospadia ?


C.     TUJUAN
1.                  Menjelaskan definisi Hipospadia
2.                  Menjelaskan Etiologi Hipospadia
3.                  Menjelaskan Klasifikasi dari Hipospadia
4.                  Menjelaskan manifestasi klinis Hipospadia
5.                  Menjelaskan patofisiologi dari Hipospadia
6.                  Menjelaskan komplikasi Hipospadia
7.                  Menjelaskan Pemeriksaan penunjang hipospadia
8.                  Menjelaskan penatalaksanaan Hipospadia

D.    MANFAAT
Menambah pengetahuan mengenai kasus Hipospadia Menambah

BAB 2
ANALISIS TEORETIS
A.    DEFINISI
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis) (Mansjoer, 2000 : 374)

B.     ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1.      Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.      Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.       Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

Faktor resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature dari sel interstisial testis.Faktor eksogen antara lain pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)

C.     KLASIFIKASI
1.      Tipe sederhana adalah tipe balanitik atau glandular, disini meatus terletak pada pangkal glans penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2.      Tipe penil, meatus terletak antara glans penis dan skrotum. Pada tipe ini umumnya disertai kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah (chordee) atau glans penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe penil diperlukan intervensi tindakan bedah bertahap. Mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada, sebaliknya pada bayi ini tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah plastic selanjutnya. Tindakan koreksi atau chordee umumnya dilakukan sekitar 2 tahun, sedangkan reparasi tipe hipospadial umumnya dilakukan sekitar umur 3 sampai 5 tahun.
3.      Tipe penoskrotal dan tipe perineal. Kelainan ini cukup besar, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, ada kalanya disertai skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Pada kejadian ini perlu diperhatikan kemungkinan adanya pseudohermafroditisme. Tindakan bedah bertahap dilakukan pada tahun pertama kehidupan bayi. (Markum, 1991: 257)

D.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala hipospadi, antara lain: lubang penis tidak terdapat diujung penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk. (Muslihatum, 2010:163)
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini di sebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu cirri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee. (Mansjoer, 2000 : 374)
Tanda dan gejala lainnya :
1.      Terbuka uretra pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
2.      Adanya chordee (penis melengkung kebawah) dengan atau tanpa ereksi.
3.      Adanya lekukan pada ujung penis (Suriadi,2010:142)
4.      Meatus uretra ventral, biasanya pada glans penis namun dapat berada pada batang penis atau perineum.
5.      Kulit yang bercelah, akibat gagal menyatu.
6.      Korde, perlekatan yang menyebabkan pelengkungan penis kearah ventral, paling terlihat jelas saat ereksi. Keadaan ini berkaitan dengan bentuk kelainan yang lebih berat. (Lissauer,2008:125)

E.     PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.(Muscari, 2007 : 357)

F.      KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial.
1.      Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2.      Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3.      Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
a.       Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi
b.      Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas
c.       Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis yaitu : a.   Rontgen
b.      USG sistem kemih-kelamin.

H.    PENATALAKSANAAN
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1.      Operasi penglepasan choorde atau tunneling
Dilakukan pada usia 1 1/– 2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee dan pembuatan tunnelling diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.
2.      Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudional paralel di kedua sisi.
Beberapa tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia ini sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhnya sebelum si anak masuk sekolah, karena dikhawatiran akan timbul rasa malu pada anak akibat merasa berbeda dengan teman-temannya. (Mansjoer, 2000 : 375)
Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini perbaikan hipospadia dianjurkan sebelum anak berumur 18 bulan.
Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual. (Muslihatum, 2010:164)
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan, untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berusia 1 sampai 2 tahun, ketika ukuran penis menyetakan sebagai ukuran yang layak dioperasi. (Speer,2007:168)
Koreksi dengan pembedahan dilakukan pada usia 2 tahun sehingga meatus uretra berada pada ujung penis, ereksi dapat lurus, dan penis terlihat normal. Pada sebagian besar kasus hipospadia yang hanya mengenai glans penis, pembedahan tidak diperlukan kecuali kadang-kadang untuk alasan kosmetik. (Lissauer,2008:125)


 BAB III
                    PENUTUP
A.                KESIMPULAN
Hipospadia dan epispadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainnya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.

B.                 SARAN
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia/Epispadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif.


DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Penerbit Behrman, Richard E.2010.Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Lissauer,Tom.2006.At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Markum, A H.1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Short, J R. 2011. Sinopsis Pediatri.Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC





Tidak ada komentar:

Posting Komentar