BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kelainan konginetal
pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting, karena selain berfungsi
sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual yang pada
kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan
konginetal terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia
dan epispadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra
yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 :
288).
Istilah hipospadia
berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan spaden (opening). Hipospadia
menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan fibrosis
yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika dartos. Kulit dan
preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk
kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch,1992).
Selain berpengaruh
terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruh terhadap
psikologis dan sosial anak. Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial
antara lain disebabkan oleh gangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika
dan lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone
androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor
genetika , dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkungan adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Belakangan ini
di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti
di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran
pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian
hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran
laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karenaIndonesia belum
mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapaangka kejadian
hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut
kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak
yangmenderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan
repair hipospadia.
Penatalaksanaan
hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus
dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran
kencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia
dan epispadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran
karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang
kencingnya di bawah maka di bilang anak itu perempuan. Oleh karena itu
kita sebagai seorang tenanga medis harus menberikan informasi yang adekuat
kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua hendaknya
menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi
secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat dilakukan penanganan yang
tepat.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
definisi Hipospadia ?
2.
Apa
etiologi dari Hipospadia ?
3.
Apa
klasifikasi Hipospadia ?
4.
Bagaimana
manifestasi klinis Hipospadia ?
5.
Bagaimana
patofisiologi dari Hipospadia ?
6.
Apa
Komplikasi Hipospadia ?
7.
Bagaimana
pemeriksaan penunjang Hipospadia ?
8.
Bagaimana
penatalaksanaan Hipospadia ?
C.
TUJUAN
1.
Menjelaskan
definisi Hipospadia
2.
Menjelaskan
Etiologi Hipospadia
3.
Menjelaskan
Klasifikasi dari Hipospadia
4.
Menjelaskan
manifestasi klinis Hipospadia
5.
Menjelaskan
patofisiologi dari Hipospadia
6.
Menjelaskan
komplikasi Hipospadia
7.
Menjelaskan
Pemeriksaan penunjang hipospadia
8.
Menjelaskan penatalaksanaan
Hipospadia
D.
MANFAAT
Menambah pengetahuan mengenai kasus Hipospadia Menambah
BAB 2
ANALISIS TEORETIS
A. DEFINISI
Hipospadia adalah congenital
anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum.
(Suriadi,2010:141)
Hipospadia merupakan suatu
kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir,
istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan
hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi
ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut
diasosiasikan sebagai suatu chordee,
yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah suatu keadaan
dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis.
Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung
penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika
luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan
kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan
kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis
melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Hipospadia adalah suatu kelainan
bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral
penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis)
(Mansjoer, 2000 : 374)
B. ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor
genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone
yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di
dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi
karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya
faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Faktor
resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab
kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang
premature dari sel interstisial testis.Faktor eksogen antara lain pajanan
prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes
gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
C. KLASIFIKASI
1. Tipe sederhana adalah tipe balanitik atau glandular, disini meatus
terletak pada pangkal glans penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil, meatus terletak antara glans penis dan skrotum. Pada tipe ini
umumnya disertai kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian
ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah (chordee) atau glans penis
menjadi pipih. Pada kelainan tipe penil diperlukan intervensi tindakan bedah
bertahap. Mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada, sebaliknya
pada bayi ini tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah plastic selanjutnya. Tindakan koreksi atau chordee
umumnya dilakukan sekitar 2 tahun, sedangkan reparasi tipe hipospadial umumnya
dilakukan sekitar umur 3 sampai 5 tahun.
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal. Kelainan ini cukup besar, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, ada kalanya disertai skrotum bifida, meatus
uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun. Pada kejadian ini perlu
diperhatikan kemungkinan adanya pseudohermafroditisme. Tindakan bedah bertahap
dilakukan pada tahun pertama kehidupan bayi. (Markum, 1991: 257)
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala hipospadi, antara lain:
lubang penis tidak terdapat diujung penis, penis melengkung kebawah, penis
tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika
berkemih anak harus duduk. (Muslihatum, 2010:163)
Pada kebanyakan penderita terdapat
penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat
ereksi. Hal ini di sebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa
yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan
fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika
dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu cirri khas untuk mencurigai
suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki
chordee. (Mansjoer, 2000 : 374)
Tanda dan gejala lainnya :
1. Terbuka uretra pada saat lahir, posisi ventral atau dorsal.
2. Adanya chordee (penis melengkung kebawah) dengan atau tanpa ereksi.
3. Adanya lekukan pada ujung penis (Suriadi,2010:142)
4. Meatus uretra ventral, biasanya pada glans penis namun dapat berada pada
batang penis atau perineum.
5. Kulit yang bercelah, akibat gagal menyatu.
6. Korde, perlekatan yang menyebabkan pelengkungan penis kearah ventral,
paling terlihat jelas saat ereksi. Keadaan ini berkaitan dengan bentuk kelainan
yang lebih berat. (Lissauer,2008:125)
E. PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari
lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi
ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang
ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis,
hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.(Muscari, 2007 : 357)
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada
sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau
fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial.
1.
Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam
1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2.
Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3.
Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
a.
Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi
b.
Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas
c.
Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini
angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis yaitu : a. Rontgen
b.
USG
sistem kemih-kelamin.
H. PENATALAKSANAAN
\=]Dikenal
banyak teknik operasi hipospadia, yang umumya terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
1. Operasi penglepasan choorde atau tunneling
Dilakukan pada usia 1 1/2 – 2 tahun. Pada
tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans
penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus
uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi
dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke
dalam korpus kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan
muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee dan pembuatan tunnelling diambil dari
preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan
kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari
kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudional paralel di kedua
sisi.
Beberapa
tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap
akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan
ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia ini sebaiknya sudah selesai
dilakukan seluruhnya sebelum si anak masuk sekolah, karena dikhawatiran akan
timbul rasa malu pada anak akibat merasa berbeda dengan
teman-temannya. (Mansjoer, 2000 : 375)
Bayi
yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan
untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai
dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini perbaikan hipospadia
dianjurkan sebelum anak berumur 18 bulan.
Jika
tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada
anak dan pada saat dewasa, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan
hubungan seksual. (Muslihatum, 2010:164)
Terapi
untuk hipospadia adalah dengan pembedahan, untuk mengembalikan penampilan dan
fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak dijadwalkan sampai bayi berusia
1 sampai 2 tahun, ketika ukuran penis menyetakan sebagai ukuran yang layak
dioperasi. (Speer,2007:168)
Koreksi
dengan pembedahan dilakukan pada usia 2 tahun sehingga meatus uretra berada
pada ujung penis, ereksi dapat lurus, dan penis terlihat normal. Pada sebagian
besar kasus hipospadia yang hanya mengenai glans penis, pembedahan tidak
diperlukan kecuali kadang-kadang untuk alasan kosmetik. (Lissauer,2008:125)
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hipospadia dan epispadia merupakan suatu kelainan kongenital
yang dapat di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah
lainnya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak
disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai
suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk
mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di
jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai
ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial meliputi infeksi dan
obstruksi uretra.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Husein dkk. 2002. Buku
Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Penerbit Behrman, Richard E.2010.Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat
Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Lissauer,Tom.2006.At a Glance Neonatologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Markum, A H.1991.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak.Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Short, J R. 2011. Sinopsis
Pediatri.Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana
Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar